Perjalanan
ini sebenarnya adalah sebuah perjalanan dadakan dan tidak terencana. Seperti
mengikuti angin saja. Pukul 21.30 WIB, kami berjumlah sepuluh orang yang
notabene adalah mahasiswa modal nekat berangkat menuju dataran tinggi Dieng
yang tersohor itu. Dataran tinggi Dieng terletak di Kabupaten Wonosobo, Jawa
Tengah. Berbatasan dengan Kabupaten Temanggung, Magelang, dan Banjarnegara serta beberapa kabupaten
lainnya.
Karena
belum paham betul kondisi dan rute menuju lokasi, kami cukup lama berada di
jalan. Sekitar hampir 5 jam perjalanan. Hal itu dikarenakan kami hanya
mengandalkan GPS yang dimiliki oleh Google Maps. Kami pun banyak berhenti di
SPBU untuk mengisi bensin, beristirahat dan ke kamar kecil. Beberapa kali kami
salah mengambil jalur sehingga waktu pun akhirnya terbuang percuma. Ditambah
lagi ada insiden kecil yang menimpa teman kami, maka kami harus berhenti
terlebih dahulu untuk memulihkan keadaan.
Semakin
malam, semakin dingin, dan semakin kencang angin ditambah ketika kami harus
melewati lembah. Rombongan kami mengambil rute melewati Kabupaten Temanggung.
Kami pun berhenti di alun-alun Temanggung untuk melepas penat dan menghangatkan
badan.
Kami
tiba di alun-alun Temanggung sekitar pukul 00.05 WIB. Selama kurang lebih 30
menit akhirnya kami melanjutkan perjalanan. Perjalanan dari Temanggung ke
Wonosobo jalan sudah mulai menanjak dan berkelok-kelok. Tibalah kami di
alun-alun Wonosobo yang sedikit memusingkan kami mencari papan penunjuk
“Dieng”. Setelah menemukan, kami kembali harus menemui jalan menanjak untuk
menemukan negeri para dewa tersebut. Angin gunung yang sangat dingin menerpa
kami. Anggapan saya “belum di puncaknya saja sudah sedingin ini, apalagi di
atas sana..”. bagi saya yang belum pernah naik gunung ada sedikit rasa cemas.
Kami
pun tiba di gerbang utama Dieng Plateau. Dengan membayar 2 orang dengan 1 motor
sebesar Rp. 10.000,-. Setelah itu kami memutuskan untuk ke satu tujuan, yaitu
Bukit Sikunir. Saat itu waktu telah menunjukkan pukul 02.00 WIB. Kami pun melewati
desa dan perumahan warga, kebun bunga dan buah sudah mulai tercium wangi
semerbak yang segar yang tak akan dijumpai di daerah lain. Saat kami melewati
jalan menanjak, berbelok dan di pinggirnya adalah jurang. Itu adalah saat
paling menakjubkan bagi saya. Menembus kabut dan melihat jelas kabut menutupi
pedesaan dan gunung di sekitarnya. Di bawah cahaya rembulan dan bintang yang
sulit ditemui di langit Semarang. Seperti di film-film sihir Hollywood saja.
Tiba
di gerbang masuk Bukit Sikunir, kami masing-masing harus membayar Rp. 5.000,-
untuk masuk ke area Telaga Cebong, Bukit Sikunir, dan Curug Sikarim. Nilai plus menuju Bukit Sikunir adalah sebagian besar jalan
sudah mulus, hanya sedikit saja yang berbatu setelah memasuki Desa Sembungan.
Kurang
lebih pukul 03.00 kami tiba di Telaga Cebong, Desa Sembungan, desa tertinggi di
pulau Jawa. Udara dingin di bawah 0°C akhirnya memaksa saya untuk mengenakan sarung tangan yang tersedia di
kios-kios di pinggir telaga. Karena saat itu adalah bulan puasa, maka kios-kios
buka lebih awal untuk menyediakan santapan sahur bagi pengunjung yang akan
berpuasa. Kami pun menunggu kedua teman kami untuk sahur. Selama menunggu, saya
merasakan dingin yang teramat sangat. Dinginnya menyelimuti hingga ke tulang
padahal saat itu adalah musim kemarau. Cukup kagum juga pada masyarakat yang
tinggal di daerah itu, mampu bertahan di tengah dinginnya kondisi. Memang
benar, jika pada bulan Juli-Agustus adalah titik suhu terendah di dataran
tinggi Dieng.
Sekitar pukul 04.00 WIB kami naik ke puncak Sikunir.
Tidak terlalu jauh jaraknya dari tempat parkir, tetapi jalan yang curam dan
berbatu ditambah udara dingin membuat kami cepat lelah. Dengan tersengal-sengal
akhirnya kami tiba di puncak Sikunir yang berada di ketinggian 2.263 meter di
atas permukaan laut (mdpl).
Karena kami terlalu cepat tiba di atas, kami pun
menyalakan api untuk menghangatkan diri. angin berhembus kencang seperti
teriakan yang bergema. Sedikit menyeramkan tetapi juga sangat mengasyikan.
Mulanya hanya rombongan kami beserta 3 orang pria yang
naik ke puncak. Sekitar pukul 05.00 WIB rombongan lain mulai berdatangan.
Siluet gunung yang diselimuti kabut pagi hari sungguh menakjubkan. Langit yang
biru kemerahan membuatku sangat kagum, betapa indahnya ciptaan Tuhan. Manusia sering merasa tinggi hati, sebaiknya
segera menyadari di hadapan
Tuhan kita mungkin hanya seujung kuku. Alam mampu mengajarkan itu semua tetapi
manusia yang tak bertanggungjawab malah merusaknya.
Akhirnya,
saat yang kami tunggu pun tiba. Matahari beranjak perlahan, terbangun dari
tidurnya. Dia yang kami kejar akhirnya kami temukan juga, sang Golden Sunrise. Gunung-gunung
yang dapat terlihat dari Bukit Sikunir adalah Gunung Sindoro, Gunung Sumbing,
Gunung Merbabu, dan Gunung Merapi. Cuma bisa bilang menakjubkan, keren, dan indah.
Menyaksikan secara langsung seakan menyadarkanku bahwa kehidupan tidak akan
dimengerti hanya dari balik televisi, tetapi perjalanan menemukannya sendiri
akan membuat kita lebih memahami yang Maha di jagad ini, bahwa toh kita bukan
siapa-siapa dibanding kuasa-Nya.
Gambar diambil dengan Nokia XL (Mikha L. Randongkir) dan DSLR Nikon D3000 (Satrio Dwi Irianto)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar