Pernahkah kamu menyaksikan
film Indonesia yang berjudul Malaikat tanpa Sayap?
Aku sangat terkesan dengan
kisahnya. Menceritakan tentang dua anak manusia yang berbeda latarbelakang dan
saling jatuh cinta. Di saat cinta mereka tumbuh, berbagai permasalahan menguji
mereka berdua, tanpa mereka tahu maut tengah mengintai. Pengorbanan yang
sungguh menakjubkan. Dan setia yang mengagumkan dalam segala kurang dan lebih hingga
akhirnya.
Aku terkesan dengan kisah
film tersebut, serta menganggap bahwa pasanganku saat ini ialah malaikat tanpa
sayapku yang membantuku menghadapi berbagai masalah meski tak seberat kisah
Mura dalam film.
Pada saat tugas akhir mata
kuliah Keterampilan Berbahasa dan Bersastra Indonesia aku memutuskan mengambil
judul Malaikat tanpa Sayap bagi Puisi hasil karyaku. Puisi ini ku buat dengan
waktu 15 menit, mengalir begitu saja. Dan tentu kupersembahkan baginya,
seseorang yang selama 7 bulan ini menemani hari-hariku.
Malaikat Tanpa Sayap
Kamu yang biasa membuat segalanya jadi luar biasa
Menghampiri saat diri ini terdiam dalam gelapnya problema
Menghibur saat seakan jiwa ini tak dapat lagi tertawa
Menegakkan lututku yang lemah
Menegarkan pundakku yang lelah
Melindungi seperti malaikat penjaga
Kini suramnya malam telah terganti pagi
Rerimbunan pohon telah tertembus sinar matahari
Serumpun bunga kebahagiaan penuhi hati
Seakan berjanji pada jiwa ini
Takkan tinggalkan diri ini sendiri
Pegang tanganku agar tak jatuh
Angkat hatiku bila rapuh
Tatap wajahku agar tak sayu
Embun tidak ada alasan tak jatuh cinta pada daun
Seperti aku tidak punya alasan tak mencintaimu
Malaikat tanpa sayapku ..
Sebulan setelah Puisi itu
ditampilkan, aku mengetahui suatu hal. Bahwa hidupku tak berbeda dengan Mura
dan jika perjuangan Mura telah berakhir, maka perjuanganku baru akan dimulai. Menghadapi
sebuah ujian lagi apalagi di kala jauh dari keluarga.
Saya mengidap sebuah
penyakit kronis. Meski telah ditemukan obatnya, saya harus berlomba dengan
waktu terkait kondisiku yang semakin hari semakin melemah. Mulanya ku takut
memberitahunya, dokter bahkan melarangku. Dengan penuh keberanian, ku
memberitahunya. Dia tidak terkaget, menjauh, menghindar, atau membiarkanku
sendiri menghadapi penyakit ini. Dia terus mendukung, mengantarku ke Rumah
Sakit tidak hanya sekali tapi berkali-kali. Selain dia, ada sahabatku yang
selalu antusias menemaniku berobat. Penyakit ini ada kecenderungan untuk
menular, namun dia tak risih dekat denganku. Bahkan ia yang selalu
menghampiriku.
Sejujurnya, aku merasa berat
membebankan dan merepotkan mereka. Namun aku taktau harus kepada siapa harus
berbagi dan mengadu. Bersyukur karena mereka dengan setia menemani diriku
kemanapun dan kapanpun. Aku tak ingin keluargaku khawatir maka aku belum
memberitahu mereka selama masalah ini dapat kuselesaikan sendiri. Maka di saat
kawan-kawanku sibuk untuk mengurus liburan pulang kampung, aku sibuk mengurus
pengobatan. Aku tak ingin pulang dalam keadaan tak sehat dan menyedihkan.
Sesungguhnya, aku bersyukur
karena Tuhan memberi ujian namun memberikan malaikat tanpa sayap untuk
menemaniku dalam sakit, sehat, susah, senang, duka, suka, tangis, tawa, serta
gembira dan bahagia. Tuhan tak memberiku satu malaikat tetapi dua.. Aku pun
yakin mengenai cinta sejati dan persahabatan sejati. True love will not give
you an excuse to walk alone but goes along. A true friend will not let you cry
alone but cry together.
Karena kau tak lihat terkadang malaikat tak bersayap, tak
cemerlang, tak rupawan..
Terimakasih Tuhan, bersama malaikat-malaikat ini kan sanggup
kuhadapi ujianMu..
Tidak ada komentar:
Posting Komentar